ADA YANG BERBEDA

Pagi ini 1 Syawal 1441 H, Hal yang tidak biasa terjadi di lingkungan kami. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, malam takbiran diwarnai oleh ramainya masjid dan Mushollah di sekitar komplek kami dengan gema takbir tapi kali ini hampir tidak ada. Sekali-sekali kami mendengar suara petasan di kejauhan. Tak ada satu rombongan anak muda pun yang lewat depan komplek kami medorong gerobak lengkap dengan beduknya.

Saya bangunkan istri dan anak-anak untuk shalat Ied di rumah. Istri saya menyiapkan sajadah di ruang depan untuk imam dan di ruang tengah untuk ma’mum. Maklum ruang tamu kami kecil. Ya beberapa hari ini saya belajar untuk menjadi imam shalat Ied untuk keluarga saya sendiri. Seorang teman di kantor, Ustadz Nanang Jamachsari, Lc telah membimbing siswa-siswa dan guru-guru di sekolah kami untuk bisa menjadi imam bagi keluarga mereka sendiri.

Setelah selesai shalat Ied, ada lagi sesuatu yang kami rasakan janggal. Lingkungan kami tetap sepi. Tak ada satu orang pun yang berkeliling untuk saling mengunjungi. Ya, kami selalu berkeliling lingkungan setelah shalat Ied untuk sekedar saling bermaaf-maafan. Anak-anak kecil pun dengan gembira menyalami para orang tua di sekitar RT kami untuk mendapatkan bonus lebaran. Pagi ini tak ada teriakan, “ASSALAMMUALAIKUM” dari mereka. Ah, sudah lah.

Setelah berkeliling di lingkungan RT kami, Kami selalu mengunjungi orang tua kami di Depok. Tapi hari ini, Jam sudah menunjukkan pukul 09:00 masih ada perasan ragu untuk berangkat. Bapak saya sudah cukup tua, jadi perlu di jaga agar tidak tertular. Selain itu istri saya kondisinya kurang sehat sehabis operasi tahun lalu. Jadilah silaturahim virtual kami yang pertama di antara keluarga besar. Awalnya kami menggunakan WA video tapi karena tidak cukup, kami ganti dengan ZOOM meeting. Bapak terlihat begitu senang dan bahagia melihat anak-anak dan cucu-cucunya walaupun melalui virtual silaturahim.

Pada pukul 14:00 akhirnya ada tamu yang datang, pasangan muda yang tinggal di ujung jalan. Mereka merupakan tamu pertama kami sejak pagi yang masuk ke rumah kami. Kami dibawakan fruit salad. Kami berbicara ke sana ke mari sampai jam 17:00. Setelah mereka pulang, kerinduak akan orang tua dan adik-adik datang kembali. Ah lebih baik aku melanjutkan menulis kembali.

Selama Ramadhan juga terjadi banyak perubahan yang sangat signifikan. Kami tidak menjumpai banyak pedagang Ta’jil di pinggir jalan. Kami sendiri sebenarnya juga takut untuk membelinya karena orang antri untuk membeli ta’jil tersebut. Istri saya memutuskan untuk membuat sendiri seadanya di rumah. Lebih aman katanya.

Pandemik ini telah merubah segalanya. Kami tidak shalat berjamaah di Mushallah apalagi shallat Jumat di Masjid. Sebagian besar kami bekerja dari rumah tapi takut keluar rumah kecuali berbelanja kebutuhan pokok. Dalam dua bulan terakhir saya beru 4 kali datang ke kantor untuk urusan pekerjaan yang penting. Kami meeting secara virtual termasuk mengajar. Ya Allah kami rindu Shalat Jumat berjamaah.

Pada hari-hari biasa orang bisa keluar masuk komplek kami kapan saja tanpa ditanya macam-macam. Sekarang kami punya Satgas COVID 19 yang beranggotakan seluruh warga RT 02/RW 09. Kami bergiliran bertugas di pintu masuk. Setiap kendaraan dari luar wajib disemprot disinfektan sedangkan orangnya harus cuci tangan. Tidak terkecuali. Kasihan pedagang kecil seperti; tukang bubur ayam, tukang sayur, tukang ba’so, tukang siomay dll., mereka tidak bisa lagi berjualan di dalam komplek kami. Demi keamanan dan kesehatan, kami terpaksa melakukan ini.

Untungnya kami sekeluarga sudah terbiasa tidak keluar rumah jadi hal ini bukan suatu masalah. Ada yang mengatakan, “Aduh, saya mati gaya nih di rumah terus, mau jalan-jalan keluar ah menyegarkan pikiran”. Saya jawab, “Saya tidak masalah mati gaya di rumah dari pada mati betulan di luar.” Dia Cuma terdiam. Begitu juga saya.

Yuk, Kita putus mata rantai penyebarannya.

Mr. Sai

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

UNTUK MU SISWA SISWI KU

Sosialisasi Kurikulum

MENULIS UNTUK KEPENTINGAN MENULIS ITU SENDIRI